REVIEW BUKU RELIGI ORANG BUKIT Karya Noerid Haloei Radam

 Judul Buku     : RELIGI ORANG BUKIT             Editor             :Mustofa W. Hasyim

Penulis            : Noerid Haloei Radam                     Tebal              : 421 halaman

Penerbit          : YAYASAN SEMESTA                  Bulan Terbit   : April 2001


Kehidupan sehari-hari Orang Bukit diisi dengan bertani dan berladang di lereng-lereng bukit dimana semua anggota keluarga mempunyai peran tersendiri di dalamnya. Adapun pekerjaan lain seperti meramu hasil hutan, berkebun, dan berkebun karet digunakan sebagai pekerjaan sambilan. Kedekatan Orang Bukit dengan alam mengantarkan mereka sangat lekat dengan religi Balian yang menjunjung tinggi alam sebagai sebuah penghormatan. Pekerjaan utama Orang Bukit yakni berladang, selalu dihiasi dengan upacara-upacara kegiatan dengan harapan-harapan baik di masa mendatang.

Adanya upacara pada setiap tahap kehidupan, mulai dari masa kehamilan, melahirkan, perkawinan, hingga kematian yang selalu diiringi upacara adat yang religius, berbagai upacara tersebut selalu melibatkan banyak orang karena itu merupakan bagian dari religi yang dianut Orang Bukit. Tapi, upacara yang bersifat magis hanya dilakukan perorangan. Upacara-upacara tersebut tidak berdiri sendiri dan terpisah, melainkan dalam suatu rangkaian. Itu sebabnya, orang bukit tidak pernah sepi dari aktivitas berupacara, baik sebelum, selama, maupun sesudah melakukan suatu pekerjaan.

 Upacara-upacara tersebut bagi Orang Bukit dijadikan wadah bagi orang-orang yang belajar menjadi balian dan ingin meningkatkan keahliannya, menguasai mantra, meningkatkan keterampilan membuat peralatan dan sesajen. Rangkaian upacara Orang Bukit akan diakhiri dengan upacara Mamisit Padi atau upacara kematian yang disimbolkan dengan memasukkan dan mempersatukan gabah “padi ringan” dan “padi berat” yang telah wanang ke lumbung. Upacara-upacara yang dilakukan oleh Orang Bukit sudah menjadi budaya tradisional yang terus dijaga kearifannya secara turun-menurun.

Kelestarian budaya tradisional Orang Bukit tidak dapat terlepas dari campur tangan banyak pihak, mulai Guru Jaya, Balian, Kepala adat, Pangiwa (pemangku bagian kiri yang bertugas menyelesaikan konflik) dan Panganan (pemangku bagian kanan yang bertugas memotivasi masyarakatnya yang dipilih secara terbuka setelah mengemukakan visi dan misinya dengan batasan waktu tertentu), serta konsep bubuhan dalam kekerabatan mempunyai peran tersendiri dalam menjaga budaya yang mereka miliki sejak nenek moyang. Orang Bukit juga selalu menjaga pantangan dan aturan di bumi sebagai komunitas yang kelestarian adat, budaya, dan kepercayaannya ingin tetap terjaga seiring perkembangan zaman. 

Identitas sebagai Orang Bukit dilepaskan tatkala seseorang memeluk agama baru. Bila seseorang memeluk islam,misalnya, ia tak lagi disebut Orang Bukit, melainkan Orang Dagang.

Buku Religi Orang Bukit yang ditulis oleh Noerid Haloei Radam secara menarik menggambarkan sosok Orang Bukit yang meyakini adanya sejumlah ilah, roh alam dan roh nenek moyang, yang mempunyai wilayah kekuasaan objek pemeliharaannya masing-masing. Bagi orang bukit, religi bukan sekedar hal-hal yang berkelindan dengan sakral, ilahiah, adikodrati, atau alam lain setelah kematian, melainkan juga pada perilaku kehidupan keseharian yang bernuansa duniawi. Buku ini mencoba melukiskan bagaimana fungsi religi Orang Bukit dalam kehidupan kemasyarakatan dan ekonominya.

Comments

Popular Posts