Beberapa Ide Mendasar dalam Sosiologi
Kita telah mempelajari bahwa dalam sosiologi terdapat berbagai macam spesialisasi atau cabang-cabang ilmu. Namun, terdapat beberapa ide atau konsep mendasar yang disepakati oleh hampir semua sosiolog tentang objek sosiologi. Ide atau konsep mendasar itu adalah:
1. Masyarakat dan latar belakang sosial lainnya seperti nilai dan norma sosial adalah hasil karya produk manusia.
Dalam buku The Social Construction of Reality, Peter L. Berger dan Thomas Luckman mengungkapkan bahwa masyarakat sebagai kenyataan objektif adalah produk manusia. Manusia dengan segala dinamikanya adalah pembentuk masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, masyarakat sebagai tempat manusia berada, adanya nilai-nilai, dan aturan-aturan sosial adalah produk manusia.
Sebagai gambaran tentang konsep ini, Arif Budiman memberikan contoh sebagai berikut. Pada zaman dulu, dalam masyarakat kita terdapat larangan, menggunting kuku malam hari karena dianggap tabu. Larangan ini dibuat manusia pada zaman itu. Ketika itu, masyarakat belum memiliki penerangan yang memadai. Untuk menghindari kecelakaan akibat menggunting kuku dalam keadaan penerangan yang tidak cukup, manusia menciptakan larangan yang disertai dengan "cap" tabu. Larangan ini tidak sesuai dengan zaman sekarang.
2. Masyarakat memengaruhi dan membentuk perilaku manusia.
Bagi Berger, manusia sebagai pencipta masyarakat adalah kenyataan objektif dan masyarakat akan memengaruhi kembali manusia yang menciptakannya. Hal ini berlangsung dalam tiga proses, yakni ekternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Coba perhatikan diri kita dari bayi hingga sekarang. Ketika lahir kita hanya memiliki sejumlah tindakan atau gerakan refleks. Lama kelamaan, karakter kita mulai dibentuk oleh sejumlah agen sosial. Orang tua sebagai agen sosial keluarga dan masyarakat mulai mengajari sejumlah tindakan, nilai dan keterampilan dasar untuk hidup seperti cara makan, bicara, dan berbagai tradisi masyarakat lainnya. Ketika usia sekolah kita mulai mendapat pengaruh dari para guru dalam hal membaca, menulis, serta sebagai standarperilaku dan sikap. Selanjutnya kita juga banyak dipengaruhi oleh teman, kolega, masyarakat sekitar, dan media massa.
Contoh yang paling nyata bagaimana pengaruh masyarakat terhadap prilaku seseorang adalah dalam perubahan model pakaian dan model rambut. Perubahan itu tidak terbatas pada pakaian atau model rambut, tetapi juga mencakup sikap, kepercayaan, perilaku hidup, moralitas, politik, agama, maupun pekerjaan. Ketika seseorang memasuki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mendapatkan pekerjaan baru, atau masuk ke komunitas bari, ia akan terus diubah dan dibentuk masyarakat.
Pengayaan
Sejarah Perkembangan Sosiologi di Eropa
Sosiologi awalnya menjadi bagian dari filsafat sosial yang membahas masyarakat. Namun pada saat itu, pembahasan tentang masyarakat hanya berkisar pada hal-hal yang menarik perhatian umum, seperti perang, konflik sosial, dan kekuasaan pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, pembahasan tentang masyarakat meningkat pada cakupan yang lebih mendalam, yakni meliputi susunan kehidupan yang diharapkan dan norma-norma yang harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat. Sejak itu, berkembanglah kajian baru tentang masyarakat yang disebut sosiologi.
Menurut Brigette Berger dan Peter L. Berger, sosiologi berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri karena adanya ancaman terhadap tatanan sosial yang selama ini dianggap seharusnya diterima saja (threats to the taken for granted world). L. Laeyendecker mengidentifikasi ancaman tersebut meliputi Revolusi Industri dan Revolusi Prancis, kapitalisme pada akhir abad ke-15, perubahan di bidang sosial dan politik, perubahan akibat gerakan reformasi yang dicetuskan Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, dan berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri. Menurut Laeyendecker, ancaman-ancaman tersebut menyebabkan perubahan-perubahan jangka panjang yang ketika itu sangat mengguncang masyarakat Eropa.
Auguste Comte, seorang filsuf Prancis, melihat perubahan-perubahan tersebut tidak saja berakibat positif seperti berkembangnya demokrasi dalam masyarakat, tetapi juga berdampak negatif. Salah satunya konflik antarkelas dalam masyarakat. Menurut Comte, konfik tersebut terjadi karena hilangnya norma atau pegangan bagi masyarakat dalam bertindak. Comte berkaca dari fenomena dalam masyarakat Prancis pada abad ke-19. Setelah terjadinya Revolusi Prancis, masyarakat Prancis dilanda konflik antarkelas. Comte melihat hal itu disebabkan masyarakat tidak lagi mengetahui cara mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat.
Oleh karena itu, Comte menyarankan agar semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur gejala-gejala sosial. Namun, Comte belum berhasil mengembangkan hukum-hukum tersebut menjadi sebuah ilmu. Ia hanya memberi nama bagi ilmu yang akan lahir itu dengan istilah sosiologi. Sosiologi baru berkembang menjadi sebuah ilmu setelah Emile Durkheim mengembangkan metodologi sosiologi melalui bukunya Rules of Sociological Metod. Meskipun demikian, atas jasanya terhadap lahirnya sosiologi, Auguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi.
Meskipun Comte menciptakan istilah sosiologi, Herbert Spencer-lah yang memopulerkan istilah tersebut melalui buku Principles of Sociology. Di dalam buku tersebut, Spencer mengembangkan sistem penelitian tentang masyarakat. Ia menerapkan teori evolusi organik pada masyarakat dan mengembangkan teori besar tentang evolusi sosial yang diterima secara luas di masyarakat. Spencer melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang tersusun atas bagian-bagian yang saling bergantung seperti layaknya suatu organisme. Evolusi dan perkembangan sosial pada dasarnya akan berarti jika ada peningkatan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, transisi dari kondisi homogen ke heterogen, serta transisi dari kondisi yang sederhana ke kondisi yang kompleks. setelah buku Spencer tersebut terbit, sosiologi kemudian berkembang dengan pesat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sejarah Perkembangan di Indonesia
Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak zaman dahulu. Walaupun tidak mempelajari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, para pujangga dan tokoh bangsa Indonesia telah banyak memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam ajaran-ajaran mereka. Sri Paduka Mangkunegoro IV, misalnya, telah memasukkan unsur tata hubungan manusia pada berbagai golongan yang berbeda (intergroup relation) dalam ajaran Wulang Reh.
Ki Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai peletak dasar pendidikan nasional Indonesia banyak mempraktikkan konsep-konsep penting sosiologi, seperti kepemimpinan dan kekeluargaan, dalam prosespendidikan di Taman Siswa yang didirikannya. Hal serupa juga dapat kita selidiki dari berbagai karya tentang Indonesia yang ditulis oleh beberapa orang Belanda seperti Snouck Hurgronje dan Van Vollenhaven sekitar abad ke-19. Mereka menggunakan unsur-unsur sosiologi sebagai kerangka berpikir untuk memahami masyarakat Indonesia.
Dari uraian di atas terlihat bahwa sosiologi di Indonesia pada masa sebelum Perang Dunia II hanya dianggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain, sosiologi belum dianggap cukup penting untuk dipelajari dan digunakan sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Secara formal, Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshogeschool) di Jakarta pada waktu itu menjadi satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang mengajarkan mata kuliah sosiologi di Indonesia walaupun hanya sebagai pelengkap mata kuliah ilmu hukum. Seiring perjalanan waktu, mata kuliah tersebut ditiadakan dengan alasan bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dengan ilmu hukum.
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sosiologi di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Soenario Kolopaking adalah orang yang pertama kali memberikan kuliah sosiologi dalam bahasa Indonesia pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM). Sejak saat itu, sosiologi mulai mendapat tempat dalam insan akademisi di Indonesia, apalagi setelah semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk menuntut ilmu di luar negeri. Sejak tahun 1950, banyak pelajar Indonesia yang khusus memperdalam sosiologi di luar negeri kemudian mangajarkan ilmu itu di Indonesia.
Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia pertama kali ditulis oleh Djody Gondokusumo dengan judul Sosiologi Indonesia yang memuat beberapa pengertian mendasar dari sosiologi. Kehadiran buku ini mendapat sambutan baik dari golongan terpelajar di Indonesia mengingat situasi revolusi yang terjadi saat itu. Buku tersebut seakan mengobati kehausan mereka akan ilmu yang dapat membantu mereka dalam usaha memahami perubahan-perubahan yang terjadi demikian cepat dalam masyarakat Indonesia. Selanjutnya, muncul buku sosiologi yang diterbitkan oleh Bardosono yang merupakan sebuah diktat kuliah sosiologi mahasiswa.
Selanjutnya, bermunculan buku-buku sosiologi baik yang ditulis oleh orang Indonesia maupun terjemahan dari bahasa asing. Contohnya, buku Social Changes in Yogyakarta karya Selo Soemardjan yang terbit pada tahun 1962. Tidak kurang pentingnya, tulisan-tulisan tentang masalah-masalah sosiologi juga tersebar di berbagai majalah, koran, dan jurnal. Selain itu, muncul pula fakultas ilmu sosial dan politik di berbagai universitas di Indonesia. Di beberapa universitas, didirikan jurusan sosiologi yang diharapkan dapat mempercepat dan memperluas perkembangan sosiologi di Indonesia.
Comments
Post a Comment