KEMISKINAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA SEMARANG

Urbanisasi merupakan proses yang mempengaruhi perkembangan kota-kota di negara berkembang. Urbanisasi menyebabkan kota mengalami perkembangan dan pertumbuhan karena harus memenuhi kebutuhan penduduknya yang semakin banyak. Selain itu, proses perkembangan yang terjadi juga mempengaruhi perubahan ekonomi dan sosial. Perubahan ekonomi yang terjadi diantaranya adalah adanya pergeseran lapangan pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, seperti perdagangan dan industri sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produktivitas ekonomi dari suatu kota yang pada akhirnya akan meningkatkan perkembangan dan aktivitas kota. Sedangkan perubahan sosial yang terjadi dalam proses urbanisasi ditunjukkan oleh adanya perubahan pola pikir dan gaya hidup penduduknya. 

Fenomena urbanisasi menyebabkan pertumbuhan wilayah perkotaan yang semakin luas, sehingga mempengaruhi struktur fisik kota besar dan kota kecil. Di sini urbanisasi dapat menghasilkan perubahan konstruktif dan deskriptif yang bergantung pada daya dukung fisik dan ekonomi, kualitas para urbanit, dan kebijakan pemerintah mengenai tata kota dan tatanan pedesaan. Pertumbuhan ekonomi yang cepat seiring dengan perkembangan kota menghasilkan perubahan pada distribusi pendapatan daerah. Hal ini dapat dilihat dari adanya penurunan pertanian dan peningkatan industri serta kontribusi yang stabil dari sektor pelayanan. Perubahan situasi struktural yang cepat tersebut kemudian memiliki dampak pada organisasi sosial dan ruang dari masyarakat. Dari pertumbuhan ekonomi menciptakan dinamika perkotaan, perubahan penggunaan lahan, munculnya permukiman legal dan ilegal serta permasalahan lain seperti kerusakan lingkungan, limbah, dan transportasi. 

Kemudian pada aspek sosial, wilayah perkotaan yang semakin tumbuh dan berkembang juga menyebabkan berkembangnya heterogenitas yang terlihat dari perbedaan sosial penduduknya sehingga menyebabkan pemisahan antara kelompok penduduk berdasarkan dengan perbedaan ekonomi dan sosial penduduknya. Lebih lanjut, pemisahan tersebut terlihat dari adanya sektor formal dan sektor informal. Berdasarkan aspek ekonomi, kegiatan ekonomi formal di perkotaan yang merupakan bentuk baru dari integrasi global semakin meluas, namun kegiatan tersebut tidak mampu menyerap pekerja dengan pendidikan dan kemampuan yang rendah. Pada akhirnya, pekerja dengan produktivitas rendah tersebut bekerja pada sektor informal. Selain itu, juga terlihat adanya sektor formal dan sektor informal secara spasial ditunjukkan oleh adanya permukiman legal dan ilegal. Hal ini terjadi karena bentuk ruang perkotaan yang terbentuk merupakan bentuk kompetisi aktivitas penduduk yang berkembang di dalamnya. 

Di negara berkembang, bentuk informal terlihat dari adanya kemiskinan, dimana penduduk miskin perkotaan cenderung tinggal di ruang-ruang sisa yang ilegal dan tidak memiliki prasarana dan sarana dasar. Perkembangan kota selalu diiringi dengan permasalahan menurunnya tingkat pelayanan umum yang dibutuhkan oleh masyarakat kota. Adanya berbagai kelompok sosial yang berkembang di kota menunjukkan adanya segregasi ruang perkotaan. Hal ini terkait dengan adanya perbedaan pendapatan, kelas sosial, ras, dan etnik. Daerah perkotaan sendiri diklasifikasikan menjadi tiga wilayah yaitu:

  1. Central Business District (CBD), merupakan bagian dari daerah perkotaan yang memiliki tingkat aksesibilitas dan persaingan penggunaan lahan yang tinggi sehingga memiliki kepadatan bangunan yang tinggi. Selain itu, wilayah ini dilengkapi oleh infrastruktur perkotaan yang paling lengkap di antara wilayah lain untuk menunjang kegiatan yang berada di wilayah CBD.
  2. Wilayah transisi, merupakan wilayah perluasan dari pusat kota atau CBD yang memiliki karakteristik hampir sama dengan pusat kota namun kepadatan bangunan di wilayah ini masih lebih rendah daripada kepadatan bangunan di pusat kota. 
  3. Wilayah pinggiran (suburban), merupakan wilayah pinggiran kota yang memiliki ruang terbuka hijau yang masih luas. Selain itu, kepadatan bangunan di wilayah ini paling rendah diantara dua wilayah sebelumnya. 

Perbedaan karakteristik pada masing-masing bagian wilayah tersebut mempengaruhi perbedaan karakteristik kemiskinan yang terjadi. Karakteristik kemiskinan yang terlihat di wilayah pinggiran misalnya, kelompok penduduk tertentu mengalami kemiskinan yang semakin parah karena mengalami keterbatasan pelayanan prasarana dan sarana publik serta kesempatan kerja yang lebih sempit dibandingkan dengan wilayah lain yang fasilitas perkotaannya lebih lengkap. 

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan perkotaan yang terjadi akibat urbanisasi dan semakin diperparah oleh fragmentasi perkotaan. Hal ini terkait dengan peningkatan kebutuhan-kebutuhan yang muncul sebagai konsekuensi dari proses urbanisasi yang terjadi, seperti kebutuhan penciptaan lapangan pekerjaan, kebutuhan pemenuhan fasilitas-fasilitas perkotaan. Kemiskinan perkotaan juga terjadi karena migrasi yang aktif dari pedesaan ke perkotaan karena perkotaan dianggap lebih menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan sehingga banyak penduduk desa yang pindah ke kota meski tidak memiliki kemampuan dan keahlian yang cukup untuk bersaing dalam kehidupan kota. 

Pemerintah Kota Semarang telah melakukan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Namun dalam perkembangannya, tingkat kemiskinan di Kota Semarang masih cenderung meningkat. Kota Semarang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat dalam 1 dekade terakhir ini. Perkembangan Kota Semarang dapat dilihat dari pertambahan lahan terbangun di Kota Semarang karena pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi yang salah satunya disebabkan oleh banyaknya penduduk yang datang dari luar Kota Semarang. Perkembangan tersebut juga menimbulkan dampak negatif, yaitu dengan meningkatnya jumlah perumahan berskala besar di wilayah pinggiran Kota Semarang yang menyebabkan penyebaran sarana prasarana perkotaan ke daerah pinggiran yang tidak merata. 

Adapun program penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang baik yang bersumber dana dari Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah, adalah sebagai berikut:

  1. Program PKPS BBM
  2. BLT kepada Rumah Tangga Miskin
  3. Bantuan Pendidikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM)
  4. Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
  5. Beras Miskin
  6. Program PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir)
  7. Program P2KP PNPM

DAFTAR PUSTAKA

Amelia Renggapratiwi. 2009. “Kemiskinan dalam Perkembangan Kota Semarang: Karakteristik dan Respon Kebijakan”. Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang. 

Comments

Popular Posts